A. Amiruddin Nakhoda dari Timur : Edisi Revisi
Jejak Sang Nakhoda
Achmad Amiruddin telah tiada. Bagaikan kata pepatah,”Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading”, mungkin itulah analogi yang terasa tepat untuk sosok Amiruddin, lelaki kelahiran Gilireng 25 Juli 1932 dan meninggal dunia di Makassar 22 Maret 2014. Kisah hidupnya menawarkan dan mewariskan sikap dan prestasi. Sikap yang keras, tegas, disiplin, teguh pada prinsip, dan sederhana. Dan, prestasi yang mengukir sejarah.
Akumulasi kedua legacy itulah yang selalu dikenang orang. Amiruddin telah mengukir sejarah bagi universitas dan provinsi ini. Sejarah yang diawali oleh beragam penentangan dan antipati terhadap gagasan dan rencananya yang oleh banyak orang tidak dapat diterima. Di Universitas Hasanuddin bagaimana dia merencanakan beragam gagasan yang belum terbetik di ruang pikir banyak orang. Belum berapa lama memimpin Unhas, dia merombak sistem administrasi universitas yang menempatkan fakultas laksana ‘raja-raja kecil’ menjadi administrasi terpusat (sentralisasi).
Belum reda antipati terhadap gagasan itu, muncul rencana baru memindahkan kampus, dari Baraya ke Tamalanrea. Rencana ini pun ditentang oleh berbagai pihak, mayoritas mahasiswa. Alasannya, terlalu jauh ke luar kota. Bahkan Gubernur Achmad Lamo pun menampik.
“Di mana dapat uang, Pak Rektor,” kata Achmad Lamo suatu saat ketika Amiruddin melontarkan gagasannya setelah menangkap keinginan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarif Thajeb agar kampus Unhas pindah dari Baraya yang setiap tahun dilanda air tergenang.
Amiruddin selalu berprinsip. “Kesempatan tidak akan datang dua kali, maka tangkaplah kesempatan pertama itu”. Bermodalkan prinsip itu, Amiruddin pun mengajak Achmad Lamo bertemu dan mendengar langsung keinginan Syarif Thajeb.
Ketika menjabat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Amiruddin hanya memindahkan lokasi pengabdiannya ke ‘areal’ yang lebih luas. Dari kampus ke provinsi. Sikap dan prinsipnya sama. Fotokopi dari Unhas.
Saat mencanangkan Tri Konsep Pembangunan Sulsel (perubahan pola pikir, perwilayan komoditas, dan petik-olah-jual) banyak orang skeptis dengan gagasannya ini. Terutama pada konsep “perubahan pola pikir” yang oleh banyak orang sudah dianggap sebagai tradisi dan budaya orang Sulawesi Selatan dan sulit diubah. Tetapi begitulah Amiruddin, tetap bergeming.
Selengkapnya dapat disimak dalam buku edisi revisi “A.Amiruddin Nakhoda dari Timur ” ini.
Detail
Tata Letak | Bagus Sabrang M.C.A. |
---|---|
Desain Sampul | Bagus Sabrang M.C.A. |
ISBN | 978-979-530-565-1 |
Halaman | xxxviii + 604 hlm |
Ukuran | 16 x 24 cm |
Cetakan | I, 2024 |
Penerbit | Unhas Press |
Bahasa | Indonesia |
Ulasan
Belum ada ulasan.